Tentang Ibu, Memang Tak Pernah Ada Habisnya!





Ini memang bukan hari Ibu, tapi saat ini aku sedang memikirkan ibuku.
Manusia berubah, tapi tidak dengan ibuku…
Kira-kira alasannya apa ya?

Mungkin ini karena 9 bulan lamanya aku ‘menumpang’ di rahim ibu, makanya apa yg dirasakan ibu, aku ikut juga merasakannya. Apa yg dimakan ibu, aku juga turut mencicipinya. 

Waktu berganti, ibu sungguh-sungguh merawat dan membesarkan aku dengan segala kurang lebihnya,
Kepadaku, selalu nilai-nilai baik yang ia tanamkan, berharap bibit-bibit kebaikan itu kemudian hari akan berbuah kebaikan pula. 

Ibu hari ini menggugah kesadaranku…

Saat dunia tak mau menerimamu dengan tangan terbuka, tangan ibu yang berkerut dan renta itu selalu terkembang untuk memelukku kembali pulang

Saat teman tak lagi mau mendengarkan dengan telinga yang setia, telinga ibu yang sudah sepuh mendengar selaksa cerita dunia itu selalu setia tersendeng untuk mendengar tangis-tawaku.

Saat manusia menyematkan label-label dan mejatuhkan penghakiman-penghakiman terhadapku, atas baik dan burukku, ibu selalu menerima tanpa prasangka, tanpa penghakiman apa-apa. 

Saat aku gagal dalam satu-dua usahaku, mereka mencibir dan memandang rendah padaku, tetapi ibu akan selalu menabahkan hati dengan berkata “Tak apa, yang penting kau sudah berusaha, lain kali kita coba yang lebih baik ya.”


*Semoga lekas sembuh, Mak.

-Harapan yang tersurat di antara aroma kopi dan aroma tanah debu yang baru diguyur hujan malam ini-

"Cermin"



Cahaya keemasan datang perlahan 
Di antara celah-celah tirai berenda
Seorang wanita dengan kantung mata
Hitam, legam, didapat setelah lelah diam dalam kekosongan

Pertikaian sengit antara rasa dan logika
Pertikaian dengan hati sebagai medan perangnya
Siapa beroleh menang?
Tak ada.

Karena selalu saja pertikaian itu terhenti di satu titik: "kejenuhan".

Cahaya keemasan datang perlahan
Senja hari itu terasa lebih tak sopan
Menampar pipinya, kiri dan kanan
Panas terasa dalam rongga udara, rongga nafasnya
Disapukannya tangan ke sebuah cermin di sisi jendela
Sambil bertanya pelan, "Apa kabar, Ra?"



23.10.13

Kepada: Masa Lalu.





Masa laluku, masa lalumu…
Apa yang kita ketahui tentang masa lalu?
Ada yang datang menghampiri seperti seorang sahabat dekat,
Ada pula yang menyergap seperti bala tentara musuh yg siap membantai sekali sikat.
Masa lalu…
Ada haru, ada rindu, ada cinta, ada luka, ada manis, ada pahit, ada perih, ada elegi, ada romansa
Semuanya pernah terjadi di sana
Ingatan yang membawa kita pada petualangan luka penuh trauma,
Atau membawa kita pada perjalanan manis penuh tawa.

Masa lalu…
Dulu pernah ada kata rindu,
Dulu pernah ada tanya “apa kabar” dan segala sapa di dalamnya
Dulu pernah ada kata tanya “dimana”, “kapan”, “siapa”, dan “kenapa” di dalamnya
Dulu…
Di masa lalu

Masa lalu,
Bisakah kita kibarkan bendera putih hari ini?
Kita berdamai, berteman, mungkin tak bersahabat, cukup untuk saling mengerti bahwa kita tak lagi bisa terus seperti ini.
Berilah aku ruang dan waktu untuk bergerak maju pada kekinian dan masa depanku

Masa lalu,
Bisakah kita duduk diam dalam tenang sambil meneguk secangkir teh di beranda hatiku?
Kita bercengkrama, kita tertawa, bercerita tentang segala kejadian dan peristiwa yang mengaduk hati, menguras air mata bahkan membuat perut mulas karena tawa yang membahana.
Berilah aku maaf jika memang aku pernah membuat kesalahan pada relung waktumu

Masa lalu,
Aku tak pernah meniadakanmu, kau selalu terselip di antara mimpi dan bangunku,
Tapi kumohon, jangan tampakkan dirimu dalam rupa murka angkara,
Hadirlah sebagai putih-putih kelopak bunga yang beraroma vanilla,

Masa lalu,
Teman sekaligus musuh dalam satu waktu…
Mari, berdamailah denganku.

Salam hangat, 
Masa kini-mu.

Si Perasa itu Disebut "Wanita"



Rumuskan segala rasa dalam sebaris atau lebih formula demi formula,
Coretkan angka demi angka dengan tanda-tanda matematis di antaranya,
Namun tetap, kau takkan temu rasa di sana.
Apa yg kau dapat hanyalah sejumput rasa hambar, tak bernyawa, tak menghangatkan, karena kau bukan sedang meretas makna menjadi rasa, atau sebaliknya...
Kau hanya sedang "merumuskan" rasa, yg tentu tak mungkin ada ramuan pastinya.
Selamat mencoba.

***

Jika aku gagal membuat perhitungan pasti tentang isi hati,
Itu karena aku memang bukan ahli ilmu pasti.
Jika aku gagal membedah segala rongga paru-paru yg mengembuskan nafas cinta ke udara,
Itu karena aku memang bukan seorang ahli bedah yang ternama.
Jika aku gagal menghubungkan koneksi hati dengan media yang mengantarainya,
Itu karena aku memang bukan seorang teknisi.

Aku bukan siapa-siapa, kekasihku.
Aku ini cuma si perasa yang mungkin terlihat dungu,
Aku hanya mengerti bahasa yang dibahasakan hati lewat kata-kata dan aksara yang meretas menjadi makna

Aku bukan siapa-siapa, kekasihku.
Aku ini cuma si perasa yang mungkin awam terhadap segala kepastian,
Aku hanya sadar bahwa kita hanya terombang-ambing dalam raga yang fana,
hidup dalam ketiadaan dan ketidakpastian.
Aku hanya menikmati tiap detik untuk merasa, memaknai, dan memahami segala afeksi.

Aku bukan siapa-siapa,
Aku hanya seorang perasa.
Aku hanyalah seorang "Wanita" (?)