Aku terpukul dengan sebuah kalimat yang berkata:
“Jangan lewatkan seharipun untuk menulis tentang pengalamanmu di hari itu, karena waktu tak akan pernah kembali”

Jadi, Aku menulis…karena aku takut aku akan kehilangan hari ini...

Malam ini, 26 Oktober 2011, di jam yang nyaris sama dengan malam-malam kemarin… aku merasa benar-benar kehilangan semangat untuk berbuat, apapun, termasuk tugas dan tugas dan tugas, revisi dan revisi dan revisi, apalagi soal yang satu ini: menenggak sebutir dua butir bola-bola kimia -yang aku tak tau apa kandungan didalamnya- berharap segara dapat sebuah kesembuhan, tapi nonsens!
Aku harus bersyukur…. (semua orang bilang begitu),
Jangan selalu memandang ke atas, sesekali lihatlah ke bawah ke arah orang-orang yang tidak seberuntung kamu…
(semua orang juga bilang begitu)

Yah… aku (semestinya) memang harus bersyukur…

Bersyukur, ketika udara dingin menyergap tubuhku dan seketika itu juga aku harus mendehem dan terbatuk karena rongga sinus yang dihuni oleh bakteri… Mereka bilang, alergi!

Bersyukur, ketika saraf di kepala menegang dan membuat dahi berkerut menahankan sakit, memikirkan dua atau tiga atau lebih masalah yang masih belum menemukan solusinya sendiri… Mereka bilang, migrain!

Bersyukur, ketika lambung serta merta mengeluarkan asam yang keterlaluan jumlahnya, membuat perasaan jadi tak keruan, ingin muntah, ingin makan, lalu muntah lagi, lalu kehilangan selera dan begitu seterusnya… saat berpikir, dari kepala, sang otak mungkin turut mengirimkan isyarat pada sang lambung untuk membantu berpikir? Bukankah lambung tempat bermuaranya makanan yang aku makan untuk diolah? Kenapa seolah-olah lambung ikut berpikir?
Perih… mual… ingin muntah…
Mereka bilang, maag akut!

Bersyukur, ketika aku harus merasa asing ditengah ragaku sendiri… merasa ‘aneh’ atau kusebut saja merasa “beda” dengan diriku sendiri…
Baik…
Mereka bilang, (aku tak mendengar mereka bilang apa-apa soal yang satu ini…)

Demikianlah…
Sungguh benarlah aku harus berjuang untuk memaknai hidup yang seperti ini dengan rasa syukur yang porsinya lebih banyak…
Harus…
Harus…
Tapi Tuhan, bolehkah aku meminta setidaknya sedikit saja kekuatan untuk bisa menjalani hidup ini, lebih dari apa yang kubayangkan, aku ingin hidupku menjadi bermakna, bukan terbatas karena raga, tapi aku tak terbatas karena aku punya hati jiwa dan logika… selaraskanlah semuanya ya Tuhan…
-fin-