“Memorabilia : sebuah dekade untuk bertiga”

14 September 2012 at 12:43
Happy 10th anniversary buat kita, Wakbin, Nyak, Mbek. (^_^)

Wow, satu dasawarsa, bukanlah waktu yang singkat, teman…
Unit waktu sepuluh tahun yang kita jalani bersama-sama membuktikan bahwa kita telah, sedang dan akan terus diikat dalam kasih persahabatan yang menjanjikan kebersamaan, kehangatan, keceriaan, atau bahkan kegilaan di sela-sela lembaran hidup kita yang padat dan sesak oleh hiruk pikuk dunia.

Aku pernah bermimpi, satu kali aku ingin menulis, uhm, sebenar-benarnya menulis, tentang persahabatan kita. Aku tak peduli, berapa dekade yang sudah mereka habiskan untuk pertemanan mereka, tapi aku tetap merasa bangga, yaaa, ini satu dekade milik kita! \(^_^)/~yeii

Long way to go, teman…
Persahabatan itu tidak diukur dari perhitungan angka-angka belaka, tapi itu lebih kepada emosi, dan adanya di sini, di dalam hati. Bagaimana kita bisa saling berusaha untuk mengerti, memahami, dan saling berempati.
Saat satu di antara kita butuh teman untuk mendengarkan, kita menyediakan dua pasang telinga untuk mendengarkan.
Saat satu di antara kita butuh teman unuk menguatkan, kita menyediakan dua pasang tangan untuk menolong dan mendoakan.
Itu seninya berteman, bukan?
Hei, aku mau cerita, mungkin tak banyak,  sedikit tentang kalian, dan tentang apa saja yang sudah kita lalui bersama-sama…

  • Herdina Debyarta Saragih a.k.a. “Dina” (September 30th, 1987)
Aku sering panggil dia Dince, ato Nyak. Nama kecilnya “Deby”, tapi bagiku nama kecil itu kurang pas melekat di dia, terlalu “ayu”, gak kayak aslinya, whuakakakaka… (ga aci marah yaaaaa Nyak.. :p)
Dia ini si icebreaker kami… Saat yang lain mulai merasa suntuk, ada aja caranya buat bikin suasana hidup lagi. Caranya? Gila, entah itu dengan mengajak kami berlari-lari liar di bawah hujan, atau dengan mengajak  nyanyi teriak-teriakan di karaoke keluarga. Tiap kali aku ingatkan, “Din, pelan2 suaranyaaaaa! Yang lain terganggu!!”, spontan si gila satu ini jawab (dengan dialek Medan kentalnya), “Ah, mati dia sana! Peduli kali!”.

Soal romansa, bisa dibilang dia udah banyak makan asam garam makanya jadi asin gitu.. :p
Biasanya aku dan Tuty buka sesi konsultasi curahan hati sama beliau ini, bisa dibilang, dia sokoguru buat urusan cinta-cintaan, whueeeekekekeke… Sokoguru? Widdiiii…
Dina itu orangnya supel, supelmen, supelwoman, supelboy, pokoknya segala yang supel lah… Mudah bergaul sama siapa aja, termasuk orang yang tak dikenal (awas dihipnosis kw Nyak!) J
Bisa jadi, dia ini satu2nya manusia sanguin di antara kita bertiga.

  • Astuty Febriani Bintang a.k.a. “Wakbin” (February 24th, 1988)
Ini dia si makhluk plegmatik. Si bungsu yang paling cuek yang ngga pernah mau ambil pusing tentang apa pun yang terjadi di sekitarnya, dia bakal cuma tertarik tentang satu hal : Komik Serial Detektif Conan (yang aku ngga tau udah berapa banyak duit yang dia habiskan untuk melengkapi koleksi komiknya ini… ckckckck..)
Ingat tentang “godok godok” pasti ingat tentang Wakbin. Alasannya? Ah, tanpa alasan, ntar otomatis juga tau sendiri kenapa gitu… hihihi…
Paling anti sama yang namanya urusan hati atau romansa, aku dan Dina selalu gagal untuk jadi comblangnya, ckckck… kami sebagai temanmu merasa gagal, Bin! (*menangis pilu~~ (TT___TT)
Dibalik sifat cueknya, ternyata dia ini punya apresiasi yang tinggi terhadap hasil karya orang lain. Kalo udah suka sama sesuatu atau seseorang, tanpa ba bi bu dia bisa kasih pujian yang bener-bener tulus dan ikhlas fresh dari hatinya yang paling dalaaaaaaammm. Begitulah… J

  • Ira Natasha Naomi Purba a.k.a. “Mbek” (January 10th, 1987)
Nah, yang ini bisa ditebak lah. Pelengkap suasana… hehehe… si melankolik yang malu-malu dan mendayu-dayu. Halah!
Paling pendiam di antara dua orang tadi, tapi kalo gilanya keluar ya tetap aja jadi gila juga. (Mau gimana lagi, berteman ama dua orang gila sih.. :p)
Paling ga suka sama yang namanya kebisingan, makanya hidupnya cenderung monoton.
Kalo udah kepikiran sesuatu, mukanya berubah otomatis jadi cemberut kayak marmut. Kalo udah mencemaskan sesuatu, reflex mukanya merah karena panik. Kepanikan itu seringkali jadi kenikmatan tersendiri buat Dina dan Wakbin untuk mengusilinya, lagi dan lagi. Hahahaha… memang, dua teman itu niatnya ga bener banget deh.. ckckck..
Lebih suka mendengar daripada bicara, tapi akhir-akhir ini juga kayaknya mulai banyak berkomentar deh. Ga tau kenapa, efek pemanasan global, barangkali…? :D
Ingatannya tentang masa lalu gak terlalu baik, jadi sering dapat bantuan stimulus dari kedua temannya ini. Maklum, udah tuwir.
                                                                                                ***

Pengalaman-pengalaman yang pernah kita lewati bertiga itu ada beberapa yang ngena di ingatan, aku bisa kasih beberapa cerita singkatnya di sini:

#1 Let’s soaking under the made up-rain
Pernah satu kali, aku dan Wakbin main ke rumah Dince… waktu itu masih SMA, tepatnya kelas berapa aku lupa sih… cuaca hari itu agak mendung, ga tau kenapa kita tetap aja gas pol menuju rumah Dina, ya udah jelas niatnya mau apa kan? Mau main laaa~h… :D
Jderrr! Hujan pun turun dengan isengnya… mengganggu waktu bermain kami di luar ruangan. Tapi ya, situasi yang gimanapun bisa aja dijadikan kenangan, emang udah niat main di luar, akhirnya kami memutuskan untuk tetap main di bawah hujan… ga disangka, ternyata hujannya tak lama, alhasil basahnya kita juga nanggung, hahaha…
Ya udah, barangkali waktu itu kami kepikiran pepatah “kalau sudah kepalang basah, sekaligus sajalah mandi”. Maka, sang Dina pun mengambil selang, dan “Crrroooooootttt!!!!!” air menyemprot badanku dan tuty. Selamat. Basah sampe ke dalam-dalamnya. Gila! Hujan berhenti tak masalah, Dina menghadirkan hujan buatan di rumahnya. Terima kasih klinik TongPang, semenjak berobat ke sana, teman kami Dina jadi semakin gila. J

#2 Hide and Seek, Mbek!
Ini keisengan paling mengesalkan, kebetulan aku korbannya. Ini semua gara-gara keteledoranku… sesaat sesudah ganti baju olahraga ke baju seragam di kamar mandi, aku lupa masang balik jam tanganku (yang kebetulan waktu itu masih baru, dibelikan oleh ayah ibuku, halah!).
Aku lupa letakinnya dimana… dengan antengnya masuk kelas tanpa sadar kalo pergelangan tangan kiriku tak dilekati jam tangan. Sesampenya di kelas, aku teringat dan otomatis berubah jadi panic! Yihaaaa! Panic at the classroom. Buru-buru permisi ke guru minta ijin ke kamar mandi buat nyari tuuh jam tangan.
Di cari, dicari, …. 5 menit…10 menit… 1 jam… 1 tahun… 8 tahun kemudiaaaan (lebay!) aku tak menemukan jam sialan itu! Kemana diaaaa???
Dengan wajah panik dan mutung, aku balik ke kelas, dan entah kenapa aku melihat keanehan di wajah manusia dedemit itu berdua. Tuty yang ketawa cekikikan di depanku, dan Dina yang pura-pura longor* (pura-pura o’on) di bangku belakang mulai menunjukkan tanda-tanda akhir jaman, eh, tanda-tanda mencurigakan… aku kesal, aku kan lagi kebingungan, panikan, kenapa dua manusia ini ketawa ketiwi?
Ternyata, oh, ternyataaaa! Tuty menyimpan itu jam tangan di dia, dang a ngomongin ke aku sampe hampir bubar jam sekolah. Dari pengakuannya sih, dia katanya ngga bakal ngasih itu jam sampe besoknya, Cuma gara-gara aku niat laporin kehilangan jam ini ke wakil kepala sekolah, lalu lalu lalu Tuty pun panik, wakakakaa, buru-buru dia nyamperin sambil nyodorin itu jam ke aku.
What the hell???!! Mereka menikmati wajah panikku? Oh Tuhan, teman macam apa yang Kau hibahkan padaku ini…
Yah, trus mereka dengan sok bijaksananya bilang “makanya Mbek, lain kali jangan lalai… Diingat barang-barangmu di taro dimana…”
Demikianlah, pelajaran hari itu. Makasih ya Woooy.. (ga ikhlas juga, :p)

#3 dan seterusnya… ada banyaaaaaaaaaaaakkkk lagi. Eike capek, mau makan siang dulu a~h.
Hehehe…
                                                                                               ***
Demikanlah.
Semoga persahabatan itu ngga berhenti sampai di sepuluh tahun ini, semoga sampai dua puluh tahun lagi, sampai nanti, sampai abadi.

Sampe kita jadi tante-tante sukses dengan tas tintingnya masing-masing,
jadi tante-tante yang mulai direpotkan soal urusan pernikahan,
sampe jadi ibu-ibu yang gendong anaknya masing-masing dan direpotkan dengan urusan diaper dan bla bla bla segala macam, ngga sengaja ketemu di pasar, terus sok-sok menjanjikan anaknya untuk dijodohkan,
atau jadi ibu-ibu rumpi yang heboh kalo ketemu di mall (seolah2 itu mall milik kakek moyangnya),
sampe jadi nenek-nenek yang mulai membahas jumlah uban di kepalanya,
sampe jadi nenek-nenek yang rempong nanyain cat rambut merk apa yang paling bikin hitam,
sampe akhirnya kita terpisah karena usia dan waktu yang tak lagi berpihak pada kita… (T_T)

Kenanglah ini semua, teman.

Terima kasih kalian ada sebagai pengingat bahwa aku tak sendirian, demikian pula aku ada dan mengingatkan bahwa kalian tak sendirian.

Terima kasih untuk kebersamaan, tawa, tangis, ceria, susah, senang, usil, jahil, cerewet, ngambek, dan semua emosi yang terkuras selama 10 tahun ini.

Dalam jarak dan ruang yang berbeda, semoga kita tetap saling mengingat dan tetap saling mendoakan untuk satu dan yang lainnya.

“Care for each other, pray for each other”
Kita bukanlah sahabat yang bertemu dan berlalu begitu saja, kita adalah sahabat yang dipertemukan, disatukan dan akan terus dieratkan oleh kasih dari Tuhan.
Perbedaan bukan halangan, karena toh perbedaan yang membuat kita menjadi lebih paham artinya persahabatan.
Again, HAPPY 10th ANNIVERSARY (September 14th 2002 - September 14th 2012)

With love,
(^_^) ~ INNP