(Bukankah) kita harus terbiasa dan membiasakan diri dengan “kesendirian”???

*Semuanya ini asalnya di pikiranku…

Sembilan bulan didalam rahim ibu, kita sendirian…

Mengalami proses bertumbuh dan berkembang dari hari ke hari, semuanya karena bantuan ibu dan Tuhan…

Seandainya, berduapun (sebagai anak kembar) kecuali dengan sebuah alasan tak jelas dari perkalian biologis, maka jantung kita juga akan berdenyut sendirian, tanpa bantuan jantung si kembaran itu…

Lahir...
Sendirian.. meskipun memang dengan bantuan tangan-tangan
Bidan, perawat, suster, dokter dan sebagai-bagainya,
Tapi karena kita bertahan dan kita kuat, kita sanggup memecah tangis ke udara…
Lepas, bebas…
Dan saat itu mungkin terjemahan dari tangis itu adalah :
”Aku lahir… Aku hidup… aku bebas..  Terima kasih Ibu!”

(dengan catatan: si anak yg baru saja lahir memang sudah siap bahwa ia akan menempuh perjalanan yg jauh lebih berat dari apa yg dia dapat dalam rahim ibunya: kemanjaan)

Tak ada lagi kata bermanja… setelah lepas usia anak-anak, apa yg kita dapat adalah,

“Manusia tidak akan menolerir apapun kesalahan kita kecuali karena dua hal: Kita masih usia balita atau kita (dianggap) sudah tidak waras alias gila!!!



Saatnya berjibaku dengan waktu!
Saatnya bergerilya dengan hidup!
Saatnya bergelut dengan kemelut!
Saatnya tertawa dan menangis karena manusia
Saatnya mencoba dan gagal, lalu mencoba walau harus gagal lagi
Saatnya menjadi bodoh dan pintar karena ‘cinta’
Saatnya membuat keputusan ini dan itu dan ini-itu
Saatnya berjuang mempertahankan atau menghanyutkan ‘idealisme’
Saatnya belajar menjadi MANUSIA

Dan…..
Semuanya akan dilakukan kembali kepada diri sendiri, SENDIRIAN.

Manusia memang makhluk sosial, tidak dapat berbuat banyak jika sendirian..
Benar…

Tidak dapat berbuat ‘banyak’ bukan berarti “TIDAK DAPAT BERBUAT APA-APA” kan?

Bukan menjadi apatis terhadap ke’sosial’an manusia, bukan…
Tapi lihatlah, pada realita…
Di awal memang diberi judul “Untuk KITA”…
Di awal memang diberi tema “Untuk kau dan aku”….
Tapi, pada kenyataannya, manusia agaknya tak pernah menang melawan ego ketika itu tak menguntungkan dirinya…

Judul besar “Untuk Kau dan Aku”,
akan diberi sub judul, “1.1. Bagianku adalah,  1.2. Apa yang Aku peroleh…”, bla bla bla…

Begitulah adanya…


“akan menjadi mudah berbagi dan menerima keadaan orang lain, hanya jika ada kaitannya dengan AKU”

Eeggh, (^_^), manusia itu hipokrit, haha…

*Kecuali pada orang-orang terpilih yang sudah menorehkan namanya dalam sejarah, selanjutnya aku tak terlalu paham bagaimana…

.....
Sampai satu ketika, kita mati,
Kita kembali sendiri…

Dalam peti dalam tanah…
Menikmati keratan bakteri pengurai, juga sendirian,
Mana ada yg mau berbagi liang dengan kita?

jadi, kelihatannya saja memang kita “bersama-sama”, tapi kebanyakan adalah waktu dimana kita harus menjadi kuat dalam sendiri kita.
Keputusasaan, kegagalan, kesedihan, kemurungan, kenistaan, kejujuran, kesakitan, kedukaan, kehampaan, semua yg terdengar pahit dan mengenaskan akan selalu menjadi makanan kita SENDIRI.

Sebaliknya,
Kebahagiaan, sukacita, kesenangan, kegembiraan, penerimaan, kepulihan, kesuksesan, keceriaan, keberadaan, dan semua yang terdengar manis dan menyenangkan akan selalu menjadi makanan BERSAMA.
Tunggu…!!
Tampaknya ada pengecualian, pada Harta, apakah benar ini berlaku?
Harta itu manis (menurut manusia), tapi agaknya tidak ada satupun manusia yg sungguh-sungguh rela berbagi untuk soal yg satu ini…

Hehehe.. aku tak tau, apa kita setuju atau tidak…
(^_^;)a

Tapi ada baiknya jika dari sekarang kita belajar untuk menerima kesendirian sebagai teman itu sendiri…
Terima dia sebagai bagian dari kita, bukan hanya sebagai ‘ego’ yang berkonotasi buruk, tapi jadikan ia menjadi sisi lain yg membuat kita bertahan jika kita harus kehilangan orang-orang yg selama ini ‘ada’ untuk kita…
Ya, jadikan ia sebagi ‘alat untuk bertahan’
Itu saja…

Jika disuruuh memilihpun, setiap orang pasti ingin berbagi, antara ‘kau dan aku’ agar menjadi kita…
Namun jika keadaan memaksa, harus berkata apa?
Pada saat itu sendiri pun akan kita jadikan sahabat..


Manusia datang dan pergi, tak ada yang kekal dan abadi
Diam dan menunggu untuk seorang yg lain
Jika bukan waktu, keadaan pasti yg menjadi penyebabnya…
Manusia berganti, berubah dan sarat akan tuntutan untuk berevolusi…


Sendiri tidak terlalu menyenangkan, memang, semua orang bilang begitu..
Tapi cobalah dengan tulus
Nikmatilah…
Pahamilah…
Mengertilah…
Terimalah…

Sendiri, tidak menjadi terlalu buruk saat kita bisa memahami dan menerimanya sebagai bagian dari diri kita sendiri.
Kita yg utuh, kita yg eksis, kita yg diterima atau ditolak, kita yg sehat atau sakit…
Meskipun sendiri, kita yg seperti ini harus tetap menjadi kuat.

Poste Scriptum:
Hanya kepada seorang manusia saja aku bisa membagikan kesendirian itu,
“IBU”…


080511. INNP.