Di sela-sela kesibukanmu merapikan diri dan hati
Di sela-sela hasratmu membunuh waktu
Aku teringat, dulu aku selalu menyapamu lewat pesan singkat

“Hari ini udah minum us us belum?”, sapaku

Kau tertawa, membaca pesan aneh dan nyeleneh dariku

“Kayak anak kecil aja” katamu

“Hei, ingat. Caffeine tak terlalu bagus buatmu, jangan membantah, ikuti saja kataku”

“Ya, ya. Okelah kalau begitu. Segelas susu sebelum tidur, ‘kan?”

“Ya, begitu” sahutku

Aku demikian mencemaskanmu, kesehatanmu…

Bagaimana aku tak cemas?

Kau yang setiap harinya berjibaku dengan karya, kopi hitam dan kepulan asap dari tembakau lintinganmu,

Ya, aku mencemaskanmu dalam jabatanku sebagai seorang teman lama, hanya itu, tak lebih. 

Setidaknya untuk saat itu.
...

Waktu itu kau merasa benar-benar manusia, seutuhnya.
Mendapat perhatian yang sungguh-sungguh kau nikmati dengan sewajarnya,
Seperti seorang anak kecil, lugu dan tak berprasangka…

Aku selalu senang mengingat bagian itu.
Bagian dimana kita merasa seperti saling melengkapi.

Aku yang selalu ingin memberi atensi,
entah karena rasa ingin memiliki atau hanya sekedar simpati,
aku tak terlalu peduli...

Yang aku ingat, waktu itu, kau dan aku sedang saling mengisi...
pemberianku yang kau anggap mulia, lagi-lagi soal apresiasi dan pengakuan diri dan eksistensi
Dan kau dengan sukacitanya menerima tanpa tergesa-gesa.

Ya, bagian itu aku suka.  Tak lebih.

Segelas susu yang (semoga) mengingatkanmu tentang aku.